Sastra Budaya

Senin, 15 November 2010

SBY Mesti Cari Solusi Batin

Engkau Tabah dan Sabar, Engkau Tepat Kodrat!, Engkau Rupawan, WajahMu menawan, Engkau cermat dan penuh keberhati-hatian. Tinggi Besarmu sekilas mirip Soekarno dan Soeharto. TampilMu Syahdu, KepemimpinanMu Maju. Suaramu pun Merdu, Cakrawalamu ke atas dan kebawah. Engkau Terbuka, rawe-rawe rantas, malang-malang putung tercermin pada paradigmu. Pemberantasan korupsi itulah gerakan yang memukau RakyatMu. Pemberantasan korupsi itu jelas tanpa pandang bulu! Pertanyaannya ialah, Sanggup kah!, Bisa Kah!, Selesai kah! Padahal beliau tahu masa jabatan itu telah terpaku waktu. Sedangkan korupsi tiu beribu ribu di negeriku! Padahal komisi itu paling banter  satu bulan menyelesaikan perkara satu. Nutupkah antara pengeluaran dan pemasukan?
Namun...apa pun alasannya pada saat ini SBY adalah putra yang terbaik di Negeriku. Satu periode sudah kau lalui, periode jabatan kedua sedang kau awali, sukses pertama semoga sukses pula yang kedua. Fakta membuktikan! Tapal batas NKRI tetap terpertahankan. Mungkin ... tanpa tampil Mu NKRI sudah lebih cepat dinyatakan Bubar! Ambalat dan Timor Timur adalah ciri rapuhnya NKRI yang di luar kepemimpinan Mu. Secara lahiriah, tanpa ada kurang sedikitpun dalam kepemimpinanMu. Untuk itu, Engkau adalah satu-satunya Presiden yang pertama dan kedua dalam pemilihan suara langsung di Indonesia.
Dari awal adanya Nusantara sampai akhir adanya Nusantara sistem pemerintahannya  jelas selalu dipelopori oleh suku yang diantara ratusan suku di Nusantara yang bernama suku Jawa. Mengapa demikian? ya...! Sebab hal ini merupakan perjanjian lama antara para leluhur suku-suku di Nusantara, yang menurut beberapa catatan dan legenda, suku jawa adalah suku yang tertua di nusantara, dan menduduki peringkat tertinggi terutama di bidang Ulah Rasa dan Budayanya. Hal ini dapat dilihat dari tiga warisan budaya nusantara yang diakui oleh Badan Dunia (UNESCO), kesemuanya adalah berasal dari suku jawa (wayang kulit/gamelan, keris, batik), belum lagi budaya yang belum tercatat dan terungkap diantaranya candi-candi, seni tari, sastra-budaya (buku buku kuna), upacara upacara adat yang sangat selaras dengan nuansa nuansa kehidupan alam dan lain sebagainya.
Semua itu jelas tidak lepas dari tingginya ulah rasa dan ulah kebatinan suku Jawa yang pada gilirannya menurut perjanjian lama, suku Jawa Lah yang dipercaya oleh seluruh suku di Nusantara untuk tatanan rasa sejahtera  seluruh suku bangsa di Nusantara, dengan syarat, catatan dan pelaksanaan Panca Dharma serta Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma MangRwa yang sesungguhnya, menuju Nusantara yang gemah ripah Loh Jinawi Kerta Tata Tentrem Tur Raharja, atau konsep Sejahtera Bersama Sesuai Ukurannya.
Dalam pembuktian lebih lanjut, apabila setiap kali Nusantara ada wabah atau bencana mala petaka lainnya seperti penjajahan dan lain sebagainya, memang biasanya orang dari keturunan Jawa Lah yang bisa kembali mempelopori persatuannya. Hal ini terbukti oleh Bung Karno yang mampu menyelamatkan Nusantara dari penjajahan selama 3,5 Abad lamanya. Walau demikian secara jujurpun! Kehancuran Nusantara pun biasanya juga terakibat oleh ulah keturunan Jawa yang berikutnya, mana kala suku jawa itu sudah tidak mau mengindah kan Tabi'at dan hakekat Ulah Rasa serta Nilai-nilai Kebathinan Jawanya, yang terekspresi dalam semaraknya budaya budaya asli Nusantara terutama Jawa dan seluruh suku suku di Nusantara. Artinya, apabila sudah terjadi penurunan bahkan pemunahan ulah rasa, budaya dan norma norma kebathinan pada orang jawa yang dipercaya memimpin nusantara, niscaya bumi dan masyarakat nusantara akan enggan dan Yaris tidak bisa dikendalikannya.
Dalam posisi yang sudah demikian, dimana ulah rasa, budaya dan nilai kebatinan jawa sudah yaris tiada, niscaya orang suku jawa yang biasanya dipercaya dan berwibawa dalam memimpin nusantara karena terbukti bisa mengayomi, mensejahterakan, dan menjauhkan dari bencana, sekarang sudah jelas tidak bisa dipercaya lagi. Orang orang jawa yang biasanya pantas berdasi dan dihormati dalam bisa dipercaya memimpin negeri ini, sekarang sudah banyak dipandang mengibuli negeri sendiri. Apa lagi begitu banyaknya pejabat yang dekat dengan WNI Non Pribumi. Jangan! Jangan sampai yang demikian berkepanjangan.
Terkait dengan kekurangan SBY, sebenarnya SBY itu hanya kekurangan kekuasaan bathin  baik secara pribadi dan non pribadi yang selaras dengan Kehendak Tuhan Yang Maha Esa, bagi alam Indonesia. SBY adalah orang Indonesia yang terlahir dari suku Jawa. Untuk itu SBY harus betul betul bertumpuan pada Ulah rasa, budaya dan norma norma kebatinan sesuai leluhur jawa dan seluruh leluhur suku-suku bangsa senusantara dalam menyelesaikan tugas kenegaraannya, tanpa landasan itu, sungguh lah semua langkahnya akan semakin menambah masalah yang ada.
Jangan sampai SBY dipandang oleh Tuhan yang Maha Esa dan leluhurnya serta alam Indonesia sebagai "Wong Jawa Moh Ngakoni Jawane, Wong agama moh nglakoni agamane Alias setengah-setengah". Mengapa? sebab tidak mungkin Indonesia akan menjadi Amerika dan atau Saudi Arabia dan atau yang lainnya. Indonesia adalah Indonesia!
SBY adalah asli orang Indonesia keturunan suku jawa yang jelas mengenal budaya Ruwatan Bumi yang diselenggarakan setahun sekali pada bulan apit atau bulan kejepit diantara hari raya idul fitri dan Haji. Fungsi Ruwatan bumi adalah untuk membersihkan keruwetan atau kekotoran bumi. Mengapa tidak dilakukan? apakah sudah malu mengaku Jawanya? Yang atau malu memiliki Indonesia? Soekarno dan Soeharto dan bahkan Gusdur sebagai seniornya Indonesia juga tidak segan-segan melaksanakan ruwatan bumi di Istana Negara. Semoga SBY segera kembali  bersandar kepada tapak tilas leluhurnya yang selalu menitik berat kepada ulah rasa, budaya dan kebathinan  dalam menyelesaikan kemelut negara.
C. MENCARI SOLUSI BATHIN
memang dalam urusan hidup tidak hanya cukup bathin saja dan atau lahir saja. Namun, antara lahir dan bathin itu lebih dulu mana dan atau lebih tua yang mana? penulis dengan tegas dan lugas lebih tua dan lebih dulu bathin! Mengapa? sebab semua kita terlahir jelas berawal dari Cita, Rasa, Budi dan Karsa atau sentuhan bathin kedua orang tua kita, yang dimana dikala kita baru terlahir juga belum bisa merasa terlahir tapi sudah punya rasa bathin. Buktinya, Setiap bayi itu walau belum bisa merasatapi sudah punya rasa ialah: Mengapa kalau bayi dicubit pasti akan menangis? Padahal dia belum bisa punya ingat dan merasa sakitnya. Mengapa bayi itu bisa mengatur waktu bangun dan tidur dengan sendirinya? Semua itu jelas urusan Yang Bathin dan Yang memiliki Bathin (Tuhan Yang Maha Esa).
Terkait dengan urusan bathin Indonesia yang berdasar kepada sejarah Indonesia. Seniornya adalah Soekarno dan Soeharto, siapa dan bagaimana sesungguhnya dalam hal bathinnya? Mengapa keduanya bisa memimpin normalnya Indonesia baik dimata Indonesia maupun dimata dunia? Dalam hal yang demikian tidak satupun manusia bisa membaca kecuali orang orang mau dan mampu menggunakan kacamata bathinnya. Secara kacamata bathin penulis, karena kemampuan Soekarno dan Soehartodalam membersihkan jiwa dan raganya, dan hanya tertuju kepada alam kepemimpinan Nusantara dalam menggapai kemerdekaan dan kesejahteraan yang sesungguhnya, yang berdasar kepada semurni Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika, maka digerakanlah jiwa dan raga Soekarno dan Soeharto oleh bathinnya Nusantara. Siapa Bathinnya Nusantara? Bathinnya Nusantara adalah wahyu kepemimpinan nusantara beserta sang pamong Nusantaranya, semua itu jelas bersifat Gha'ib. Dalam hal ini sebetulnya SBY wajib berupaya mencari hingga menemukannya. Tanpa yang demikian tentu berjutapun langkah SBY akan dipandang tidak penting oleh Tuhan yang Maha Esa dan alam Nusantara. Mengapa? Karena SBY melangkah tanpa ada petunjuk Tuhan Yang Maha Esa, yang sudah tentu petunjuk itu akan disesuaikan dengan keadaan alam Nusantara melalui wahyu dengan ghaibnya pamong nusantara. Tidak mungkin Tuhan akan keliru dalam memberi petunjuk. Artinya, petunjuk untuk orang Indonesia jelas disesuaikan dengan Alam, Bahasa, Budaya, dan Naluri Rasa Bangsa Indonesia. Begitu pun petunjuk untuk negeri-negeri lainnya.
Menengok kenyataan negeri Indonesia yang sudah sedemikian gonjang-ganjingnya baik alam maupun tata rasa bangsanya. Sudah semestinya seluruh rakyat dan pejabat negeri ini patut berlomba-lomba dalam mencari solusi negerinya melalui petunjuk Tuhan, yang selaras dengan alam Indonesia dalam cara cara menggapainya. Artinya, Injil itu petunjuk kaum kristiani, Al'Qur'an itu petunjuk kaum Muslimin, Tri Pitaka itu petunjuk kaum Buda, Wedha itu petunjuk kaum Hindu dan sebagainya. Sedangkan Pancasila dan prinsip Bhineka Tunggal Ika adalah petunjuk bagi bangsa Indonesia selagi masih ada bangsa Indonesia atau Nusantara. Pancasila dan prinsip Bhineka Tunggal Ika adalah tetap wajib dipertuan bagi seluruh sumber petunjuk yang ada. Itulah sesungguhnya makna kata Pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum yang ada di Indonesia. Ada pun kiblat petunjuk Pancasila dalam sekala yang sangat sederhana rasa perasaan atau nurani setiap manusia. Intinya,; Perjalanan Bangsa Indonesia adalah harus selalu berkiblat kepada Nurani kemanusiaan tanpa terkecuali.         
     Walau demikian rasa perasaan atau nurani itu sesungguhnya bersifat ghaib, salah satu syarat utama orang beriman adalah percaya kepada yang ghaib. Dalam kehidupan nyata ini sesungguhnya hanyalah pelaksanaan dari yang ghaib, namun harus distandarkan dengan nalar dan naluri nurani, dengan demikian dapat dibedakan antara ghaib sejati dan gaib yang bukan sejati. Pancasila yang beradabkan Bhineka Tunggal Ika pastilah punya jalur tersendiri dalam membedakan ghaib sejati dan bukan sejati. Khusus bagi pejabat negeri nusantara sepatutnya memiliki jalur ghaib yang sejati dari Pancasila, karena pemimpin haruslah mempertanggung-jawabkan keselamatan rakyat dan wilayahnya, baik di dunia maupun di akherat. Kepada siapa pemimpin bertanggung-jawab, tentulah kepada Tuhan dan rakyatnya seperti yang tercantum pada Pancasila. SBY mesti mencari solusi ghaibnya Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika, hal ini bisa ditempuh hanya dengan ulah rasa dan nuraninya dalam menggapai Ridho Tuhan Yang Maha Esa sesuai alam nusantara.  Fakta menunjukkan bahwa petunjuk keputusan kenegaraan lebih banyak yang datang dari luar Pancasila, sehingga Pancasila semakin tenggelam dalam tatanan kegenegaraan. Bayangkan syiar-syiar dari luar negeri dipromosikan dengan gencar, sementara itu syiar-syiar yang bersumber dari Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika hampir tidak pernah ada, hal hal ini merupakan kekeliruan yang nyata dalam mengemban amanat Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika, sudahkah bangsa ini enggan berpancasila? Jangan!  Ingatlah! Leluhur Nusantara lebih mengetahui dampak dan bahkan lebih pandai daripada kita, terbukti telah dibangunnya candi Barabudur dan prambanan yang memiliki makna nilai rasa budi-luhur dan waspada mengemban tatanan kemanusiaan, hanya saja karena tabiat-tabiat yang kurang tepat dengan adanya pengakuan Hinduisme dan Bhudaisme, maka pengakuan itu menyirnakan tatanan Indonesiaku. Sehingga terdominasinya logika murni pada bangsa ini berakibat pada hilangnya jatidiri. Artinya, tidak bisa membedakan hal mana yang harus diselesaikan dengan logika dan hal mana yang harus diselesaikan dengan keimanan. Akibat lanjutnya adalah tidak bisa membedakan mana kepentingan negara, Iman, Agama, Budaya, Upaya, dan Tradisi atau seni dalam komponen Negerinya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar